TULISAN TAMBAHAN 1 - PERMASALAHAN SDM DALAM PERSAINGAN GLOBAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi
yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah pengangguran dan setengah pengangguran yang besar, pendapatan yang relatif
rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran
yang tinggi merupakan pemborosan. Pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat. Sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan
kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia yang sehat fisik dan
mental serta mempunyai keterampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang
bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota
keluarganya.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Bagaimana
keadaan tenaga kerja di Indonesia pada saat ini ?
b. Kebijakan
apa saja yang ada dalam
menghadapi masalah ketenagakerjaan ?
1.3
Tujuan Masalah
a. Memberikan
gambaran keadaan tenaga kerja indonesia sekarang ini.
b. Dengan
mengetahui masalah ketenaga kerjaan, kita akan mudah untuk menentukan kebijakan
apa yang akan kita pakai nantinya.
c. Agar mampu
memberi solusi atas masalah-masalah yang ada pada angkatan kerja.
d.
Memungkinkan
terciptanya lapangan kerja baru, sehingga meningkatkan pendapatan nasional dan
mengurangi pengangguran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Sumber Daya Manusia Indonesia
Sumber Daya Manusia (SDM)
merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana
menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing
tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan
tersebut setidaknya kita harus tahu kondisi sumber daya
manusia indonesia sekarang ini dan permasalahan apa yang dialami indonesia
mengenai SDM-nya. Kurang
lebih permasalahan SDM indonesia adalah:
1. Adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.
Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar
92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar
87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment).
Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar
8 juta.
2. Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur
pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu
sekitar 63,2 %. masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan
kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor
ekonomi.
3. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat
ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan
tinggi. Sementara di sisi lain jumlah
angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun
2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan
kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak
semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti)
Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
4. Lemahnya
perguruan tinggi dalam menciptakan
SDM yang handal profesional dan punya daya saing tinggi. Ini ditandai dengan
Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana. Hal tersebut merupakan kritik
bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim
pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
5. Belum adanya kesadaran bagi pemerintah bangsa Indonesia untuk memperbaik
SDM Indonesia. Dilihat dari rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan
tidak lebih dari 12% pada pemerintahan di era reformasi. Keadaan ini
menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap
perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat
maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan
saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah
seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi
sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi
sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama
ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya
keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat
pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam
intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan
investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial
dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang
berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari
rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global.
2.2 Perbaikan Iklim Ketenaga Kerjaan
Dengan memperhatikan kondisi permasalahan ketenagakerjaan tersebut,
Pemerintah harus melakukan perbaikan iklim ketenagakerjaan. Iklim
ketenagakerjaan yang semakin baik merupakan salah satu upaya untuk mendorong
iklim investasi. Dengan demikian, investasi dapat tumbuh dan membuka kesempatan
kerja baru bagi masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan perbaikan iklim
ketenagakerjaan, kebijakan yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1.
Kebijakan
pasar kerja yang
lebih luwes terus diupayakan melalui penyempurnaan dan perbaikan
peraturan ketenagakerjaan, peningkatan fungsi lembaga bipartit dalam pelaksanaan
negosiasi hubungan industrial agar suasana yang seimbang dalam
perundingan
antara pekerja dan pemberi kerja dapat tercipta.
2.
Dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja memasuki pasar kerja, kualitas dan
produktivitas tenaga kerja ditingkatkan antara lain dengan mengembangkan
standar kompetensi kerja dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja,
menyelenggarakan pelatihan kerja berbasis kompetensi, dan meningkatkan
keterampilan para penganggur.
3.
Dalam rangka memberikan akses pekerjaan kepada para penganggur, program
pemerintah yang dapat menciptakan kesempatan kerja harus disempurnakan, serta
didukung oleh pengembangan pusat-pusat pelayanan informasi ketenagakerjaan
melalui bursa kerja on-line (BKOL). Bagi tenaga kerja yang ingin bekerja ke luar negeri, pemerintah terus
menyempurnakan sistem dan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI.
2.3
Langkah-Langkah
Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Langkah kebijakan yang ditempuh
dilaksanakan melalui program ketenagakerjaan, yaitu, sebagai berikut:
1.
Program
Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja, adalah dengan:
a.
menyempurnakan
peraturan ketenagakerjaan
b.
mengkonsolidasikan
program penciptaan kesempatan kerja
c.
mengembangkan
pusat pelayanan informasi ketenagakerjaan
d.
meningkatkan
pelayanan TKI ke luar negeri dengan murah, mudah, dan cepat
e.
melakukan kerja
sama pembangunan sistem informasi terpadu pasar kerja luar negeri
f.
meningkatkan
fungsi perwakilan RI dalam perlindungan TKI ke luar negeri
2.
Program
Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja, adalah dengan
a.
meningkatkan
program pelatihan berbasis kompetensi
b. meningkatkan
fungsi dan revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) menjadi lembaga pelatihan
berbasis kompetensi
c.
meningkatkan
profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur BLK
d.
meningkatkan
dan memperbaiki sarana dan prasarana BLK
e.
menyelenggarakan
program pelatihan pemagangan dalam negeri dan luar negeri
f.
memfasilitasi
lembaga pendidikan dan pelatihan kerja
g.
menyusun dan
mengembangkan standar kompetensi kerja nasional
h.
mengharmonisasikan
regulasi standardisasi dan sertifikasi kompetensi
i.
mempercepat
pengakuan/rekognisi sertifikat kompetensi tenaga kerja
j.
menguatkan
kelembagaan BNSP
k.
mengembangka
kelembagaan produktivitas dan pelatihan kewirausahaan
3.
Program Perlindungan
dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja dilakukan dengan:
a.
mendorong
pelaksanaan negosiasi bipartit antara serikat pekerja dan pemberi kerja
b.
meningkatkan
kuantitas dan kualitas tenaga pengawas hubungan industrial;
c. menyeberluaskan
pemahaman dan penyamaan persepsi tentang peraturan dan kebijakan
ketenagakerjaan
d. meningkatkan
pengawasan, perlindungan dan penegakan hukum serta keselamatan dan kesehatan
kerja
e.
membina syarat
kerja dan kesejahteraan pekerja
f.
mengembangkan
jaminan sosial tenaga kerja
g.
mengurangi
pekerja anak dalam rangka menunjang program keluarga harapan (PKH).
2.3.1
Program
Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja
1.
Penyederhanaan
prosedur pemberian visa dan izin tinggal bagi investor atau tenaga kerja asing dalam upaya mempercepat proses pemberian izin mempekerjakan
tenaga kerja asing (IMTA) dari sebelumnya 4 hari kerja menjadi 3 hari kerja dan
pemberian kewenangan perpanjangan IMTA kepada daerah.
2.
Pemberdayaan
masyarakat, khususnya penganggur dan setengah penganggur melalui pemberian
peluang pekerjaan kepada lebih dari 1,0 juta orang penganggur/setengah
penganggur. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. pembangunan infrastruktur skala kecil di beberapa kabupaten/kota, daerah
tertinggal, dan lokasi musibah bencana alam serta kantong-kantong pengangguran
dan kemiskinan melalui kegiatan padat karya produktif
b. penerapan
teknologi tepat guna untuk membantu usaha skala mikro/kecil/perorangan
c.
pembinaan
wirausaha baru
d.
pendampingan
usaha mandiri
3.
Penyelenggaraan
job fair dengan menempatkan tenaga kerja lebih dari 100.000 orang dan
penyelenggaraan bursa kerja di daerah dengan menempatkan pekerja di perusahaan
dan penempatan ke beberapa daerah yang membutuhkan lebih dari 1,0 juta orang,
serta penempatan tenaga kerja penyandang cacat lebih dari 3.000 orang.
Untuk memfasilitasi TKI ke luar
negeri, langkah-langkah yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1.Penempatan TKI ke luar negeri untuk pekerja lebih dari 2,0 juta orang. Penempatan
di kawasan Asia Pasifik sekitar 1,0 juta orang, kawasan Timur Tengah dan Afrika
lebih dari 900.000, dan kawasan Eropa dan Amerika sekitar 200.000
2.Fasilitasi
penyelesaian permasalahan TKI melalui advokasi dan pembinaan. Kasus yang sudah
diselesaikan sekitar 80 persen
3. Pelayanan
penempatan melalui job fair di 12 lokasi serta membangun bursa kerja online
di 25 lokasi provinsi/kabupaten/kota untuk mengakses peluang kerja ke luar
negeri
4.Pendaftaran
ulang perusahaan pelaksana penempatan TKI swasta sebanyak 447 perusahaan,
penerbitan kembali surat izin penempatan bagi 370 perusahaan, dan mencabut izin
perusahaan penempatan TKI yang tidak memenuhi syarat sebanyak 104 perusahaan
5.Pembentukan
atase ketenagakerjaan untuk 6 atase ketenagakerjaan yaitu di Malaysia,
Hongkong, Riyadh, Jeddah, Abu Dhabi, dan
Kuwait; dan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan negara Yordania,
Kuwait, Qatar, dan Syria.
2.3.2
Program
Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja
1. Pelatihan kerja
bagi 184.548 orang, meliputi pelatihan berbasis kompetensi 25.130 orang,
berbasis lokal 71.289 orang, subsidi program 69.129 orang, pemagangan dalam
negeri 6.949 orang, pemagangan luar negeri 7.130 orang, dan kewirausahaan 4.615
orang. Sekitar 147.393 orang atau 80 persen dari peserta pelatihan dapat
terserap di berbagai sektor/dunia usaha
2. Revitalisasi
BLK menjadi lembaga pelatihan berbasis kompetensi secara bertahap dilakukan
dengan mengembangkan sarana dan prasarana pelatihan, peremajaan peralatan
pelatihan, pendidikan dan pelatihan instruktur, pengembangan standar kompetensi
kerja nasional, dan peningkatan kualitas manajemen BLK. Salah satu hasil terpenting revitalisasi BLK adalah fasilitasi peralatan
tempat uji kompetensi (TUK) untuk 7 kejuruan di 6 BLK
3.
Pendidikan dan
pelatihan untuk peningkatan profesionalisme instruktur sebanyak 3.064 orang
4.
Rehabilitasi
sarana fisik 5 BLK unit pelaksana teknis daerah, dan pembangunan BLK baru di
beberapa provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Sulawesi Tengah
5. Penetapan 80
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) mencakup sektor pertanian
dan perikanan (11 SKKNI), minyak dan gas (migas) dan listrik (16 SKKNI),
industri manufaktur (10 SKKNI), pariwisata (4 SKKNI), keuangan perbankan (9
SKKNI), perhubungan dan telekomunikasi (7 SKKNI), kesehatan (3 SKKNI),
konstruksi (1 SKKNI), dan jasa lainnya (19 SKKNI)
6.
Kelembagaan
BNSP, antara lain dengan pelatihan asesor lisensi, asesor kompetensi, dan master
assesor masing-masing sebanyak 177 orang, 2.973 orang dan 124 orang, serta
pembentukan 27 lembaga sertifikasi profesi (LSP) berlisensi
7. Pengembangan
kelembagaan produktivitas melalui kegiatan pengembangan kelembagaan
produktivitas bagi 123 perusahaan, serta pembinaan dan pemberian
penghargaan Paramakarya Produktivitas bagi 4 perusahaan kecil dan 5 perusahaan
menengah yang berkinerja terbaik.
2.3.3
Program Perlindungan
dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja
1.
Dialog sosial
melalui berbagai media atau forum tripartit antara pekerja, pengusaha, dan
pemerintah, serta mendorong harmonisasi antara pekerja dan pengusaha melalui
forum bipartit
2.
Penyederhanaan
proses pengesahan peraturan perusahaanm dari 14 hari kerja menjadi 7 hari kerja
dan proses pendaftaran perjanjian kerja bersama (PKB) dari 7 hari kerja menjadi
6 hari kerja dalam rangka upaya pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun
2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi Bidang Ketenagakerjaan
3.
Sosialisasi
peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan tentang pengawasan, jaminan
sosial, perselisihan hubungan industrial, keselamatan dan kesehatan kerja di 33
provinsi
4. Pekerja dan
perusahaan yang menjadi peserta jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) pada
tahun 2007 berjumlah 7.941.017 pekerja peserta aktif, 15.788.933 pekerja
nonaktif, 90.967 perusahaan aktif, dan 68.516 perusahaan non-aktif. Sampai
dengan triwulan I tahun 2008 terdapat 306.416 pekerja dan 3.465 perusahaan yang
menjadi peserta baru Jamsostek. Jangkauan perlindungan Jamsostek juga diperluas
dari semula hanya bagi tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja menjadi
tenaga kerja luar hubungan kerja. Pada tahun 2007 jumlah peserta Program
Jamsostek Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja sebesar 148.266 peserta dan kemudian
meningkat 9.253 peserta pada tahun 2008 menjadi 157.519 peserta
5. Pembentukan 31
pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di seluruh Indonesia dan
telah diresmikan secara keseluruhan di Padang pada tanggal 14 Januari 2006 oleh
Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
6.Pengangkatan
159 orang hakim ad-hoc pada pengadilan hubungan industrial dan Mahkamah
Agung RI dengan Keputusan Presiden Nomor 31/M/Tahun 2006 tanggal 6 Maret 2006,
pengangkatan 1.021 mediator, 230 konsiliator dan 60 arbitrer untuk membantu
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan
7. Pembentukan
peraturan perusahaan (PP) dan PKB yang sampai bulan Mei 2008 jumlahnya mencapai
39.603 unit PP dan 10.087 unit PKB
8. Peningkatan
kemampuan pegawai teknis hubungan industrial dan human resources development
(HRD) perusahaan mengenai penyusunan struktur dan skala upah yang diikuti
98 orang
9. Pembentukan
10.822 unit lembaga kerja sama (LKS) bipartit pada tahun 2007 dan jumlah
tersebut meningkat 352 unit menjadi 11.234 unit LKS pada tahun 2008
10. Penanganan jumlah kasus perselisihan hubungan industrial selama Januari—Mei
2008 mencapai 432 kasus. Jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja
(PHK) sebanyak 1.533 orang. Dari 432 kasus
tersebut, 271 kasus diselesaikan secara bipartit, 141 kasus secara mediasi, dan
20 kasus melalui pengadilan hubungan industrial
11. Penambahan personel pengawas ketenagakerjaan sebanyak 780 orang sehingga
menjadi 1.952 pengawas ketenagakerjaan dan penambahan pegawai penyidik pegawai
negeri sipil (PPNS) sebanyak 60 orang sehingga menjadi 535 orang PPNS sampai
bulan Juni 2008
12. Pembinaan lembaga kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang terdiri 372
perusahaan jasa K3 dan 3.071 perusahaan panitia pembina keselamatan dan
kesehatan kerja (P2K3), personel K3 yang terdiri atas 712 orang di tingkat ahli
K3 dan 4.111 orang di tingkat operator, sertifikasi kompetensi personel
keselamatan dan kesehatan kerja sebanyak 33.371 orang, pelatihan ahli kesehatan
dan keselamatan kerja (K3) sebanyak 2.083 orang, dan pelatihan operator K3
sebanyak 2.076 orang
13. Pemberian penghargaan kepada perusahaan yang mempunyai kecelakaan nihil (zero
accident) berjumlah 979 perusahaan
14. Pembentukan zona bebas pekerja anak di Kabupaten Kutai Kartanegara,
pencegahan 10.245 anak untuk bekerja pada pekerjaan terburuk, dan penarikan
pekerja anak dari pekerjaan terburuk
15. Perluasan pembentukan komite aksi dan rencana aksi penghapusan
bentuk-bentuk pekerja terburuk untuk anak di 23 provinsi dan 78 kabupaten/kota,
untuk mencegah anak yang bekerja pada pekerjaan terburuk bagi 29.863 anak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu
karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari
kerja. Juga kompetensi
pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang
efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena pengangguran juga
berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan
antara lain; perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat
krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat
inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll.
Untuk mengatasi banyaknya pengangguran terlebih dahulu kita harus memberi
perhatian kepada anak-anak yang akan menjadi penerus bangsa ini. Pemerintah
harusnya memberikan pendidikan yang baik, karena pendidikan di Indonesia
masihlah banyak yang masih kurang dengan standar. Masih banyak bangunan sekolah
yang tak layak dipergunakan, peralatan sekolah yang belum lengkap, dan
lain-lain. Selain itu banyaknya penduduk miskin di Indonesia yang tidak
menyekolahkan anak-anaknya karena masalah dana yang tidak mampu untuk mambayar
biaya sekolah. Walaupun sudah mendapat BOS (Bantuan Oprasional Sekolah) dan Bea
Siswa tetap saja tidak dapat untuk membeli peralatan belajar dan perlengkapan
sekolah. Jadi pemerintah harus tanggap betapa pentingnya pendidikan itu.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar