TULISAN TAMBAHAN 2 - HAMBATAN UKM DALAM KEGIATAN EXPOR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Usaha kecil dan menengah merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada
berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Berdasarkan data
BPS (2008), populasi usaha kecil dan menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5
juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UKM
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Semenrtara
itu, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.
Peran UKM dalam ekspor nonmigas mengalami peningkatan, yaitu sebesar Rp
75,45 triliun atau 19,4 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2000,
menjadi Rp 75, 86 triliun atau 19,9 persen terhadap total ekspor nasional pada
tahun 2003. Berdasarkan data tersebut sebenarnya UKM mempunyai prospek yang
cukup baik dan memilki potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini didukung
dengan beberapa produk UKM yang selama ini dikenal sebagai produk
ekspor nonmigas dari negara kita, antara lain produk pertanian, perkebunan,
perikanan, tekstil dan garmen, furniture, produk industry pengolahan, dan
barang seni.
Namun, peran ekspor UKM relatif masih kecil, yang disebabkan UKM menghadapi
berbagai hambatan dalam kegiatan ekspor tersebut. Oleh karena itu, produk UKM
dalam kegiatan ekspor lebih banyak dilaksanakan oleh pengusaha-pengusaha besar
atau eksportir yang mampu mereduksi, bahkan mengeliminasi hambatan-hambatan
tersebut. Dalam upaya mereduksi atau bahkan mengeliminasi berbagai hambatan UKM
dalam kegiatan ekspor tersebut, diperlukan dukungan pemerintah melalui suatu
kebijakan yang implementatif.
1.3
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana kinerja UKM dalam kegiatan ekspor ?
b.
Faktor-faktor apa saja yang menghambat UKM dalam
kegiatam ekspor ?
1.3
Tujuan Masalah
a. Mengetahui
kinerja UKM dalam kegiatan ekspor.
b. Mengetahui
faktor-faktor yang menghambat UKM dalam kegiatan ekspor.
c. Sebagai
masukan dalam kebijakan pemberdayaan UKM, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor produk UKM.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian UKM
(Usaha Kecil dan Menengah)
UKM yang
berorientasi ekspor, menurut (Tambunan, 2003) diklasifikasikan menjadi dua,
yakni Produsen Eksportir Langsung (Direct
Exporter) dan Eksportir Tidak Langsung (Indirect Exporter).
1. UKM Produsen Eksportir Langsung adalah UKM
yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara langsung kepada pembeli
dari luar negeri (buyer) atau importir.
2. UKM Eksportir Tidak Langsung adalah UKM yang
menghasilkan produk ekspor, yang melakukan kegiatan ekspor secara tidak secara
langsung dengan buyer/importir, tetapi melalui agen perdagangan ekspor
atau eksportir dalam negeri.
Jumlah UKM
Produsen Ekspor hanya 0,19 persen dari total UKM di Indonesia. Sedangkan 99,81
persen UKM lainnya melakukan ekspor secara tidak langsung dan/atau hanya melakukan
penjualan di pasar domestik. Pada kelompok UKM Produsen Ekspor, jumlah UKM yang
melakukan ekspor sendiri hanya 8,7 persen, sedangkan 91,3 persen UKM lainnya
kegiatan ekspor dilakukan oleh importir.
Apabila
ditilik dari nilai pangsa ekspor, pangsa nilai ekspor UKM Eksportir Tidak
Langsung sebesar 99,02 persen, sedangkan pangsa ekspor UKM Produsen Eksportir
sebesar 0,98 persen. Namun demikian, tingkat
perolehan keuntungan yang diperoleh UKM Produsen Eksportir lebih besar
dibandingkan dengan UKM Eksportir Tidak Langsung. Usaha Kecil (UK) yang
mempunyai peranan besar dalam ekspor adalah UK yang mengandalkan keahlian
tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu.
Karakteristik tersebut merupakan keunggulan UK, di mana lebih banyak mengandalkan
keterampilan tangan, sehingga cenderung bersifat padat karya. Usaha skala besar
(UB) yang cenderung bersifat padat modal, tentunya akan sulit masuk ke dalam
dunia usaha ini. Di sisi lain, hal ini memberikan gambaran pentingnya UK dalam
penyerapan tenaga kerja,utamanya pada saat krisis ekonomi.
Negara
tujuan utama ekspor UK secara umum adalah Singapura, namun bila ditilik menurut
komoditas, negara tujuan ekspor relatif beragam. Tingginya nilai ekspor ke
Singapura memberikan gambaran masih terdapat potensi peningkatan nilai tambah
atau economic rent UK terhadap produk yang diekspor, jika dapat langsung
mengekspor ke negara konsumen utama. Hal ini karena Singapura merupakan negara
“transit ekspor”, artinya produk UK yang diekspor ke Singapura akan diekspor
lagi ke negara lain. Walaupun hampir tidak terjadi perubahan orientasi negara
tujuan ekspor, namun pangsa ekspor ke tiap negara tujuan antar waktu cenderung
berfluktuatif.
Terdapat dua
faktor yang mempengaruhi UKM berorientasi ekspor tidak dapat melakukan ekspor
secara langsung, yaitu export trading problem dan financing problem.
1. Export trading problem terjadi
karena tingginya risiko kegiatan ekspor (baik risiko pembayaran maupun
pengiriman barang), adanya tenggang waktu (time lag) dalam pembayaran,
dan tingginya biaya ekspor.
2. Financing problem terjadi karena
terbatasnya modal yang dimiliki UKM dan finance and guarantee institution
problem, yakni rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor
terhadap UKM. Kondisi tersebut menngakibatkan strategi pemasaran UKM cenderung
menunggu pembeli, sehingga mekanisme perdagangan yang terjadi umumnya adalah buyer.s
market.
Sementara
itu, Hardono (2003) mengemukakan bahwa pada dasarnya UKM memiliki hambatan yang
bersifat klasik, yakni hambatan yang berkaitan dengan rendahnya kualitas
sumberdaya manusia (SDM), lemahnya manajemen usaha, rendahnya akses terhadap
sumber pembiayaan dan pasar, serta rendahnya informasi dan teknologi yang
dimilikinya. UKM yang memiliki hambatan dan kendala usaha berkaitan dengan ekspor
diklasifikasikan menjadi dua, yakni internal dan eksternal. Hambatan internal
adalah hambatan yang disebabkan kekurangan atau kelemahan yang melekat pada UKM
itu sendiri. Hambatan eksternal adalah hambatan yang disebabkan adanya faktor
luar yang tidak melekat pada UKM.
Beberapa
aspek yang menjadi hambatan internal bagi UKM dalam kegiatan ekspor adalah :
a.
Masih rendahnya komitmen UKM dalam memenuhi pesanan
pelanggan, baik lokal maupun mancanegara (on time delivery)
b. Masih minimnya sistem managemen yang diterapkan UKM,
khususnya dalam aspek produksi, administrasi, dan keuangan
c.
Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki UKM
dalam rangka memenuhi pesanan
d. Rendahnya kualitas SDM, sehingga dalam mengelola
usahanya tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional
e. Terbatasnya modal yang dimiliki UKM, khususnya modal
kerja
f. Lemahnya jaringan komunikasi dan informasi dengan
pihak-pihak terkait, seperti dalam pengadaan bahan baku, terkadang UKM hanya
memiliki sumber terbatas, sehingga barang yang diperoleh harganya tinggi
g. Rendahnya kemampuan UKM dalam riset dan pengembangan,
sehingga belum memenuhi keinginan para buyer
Di sisi
lain, terdapat beberapa aspek yang menjadi hambatan eksternal bagi UKM dalam
kegiatan ekspor, yaitu :
a.
Tidak stabilnya pasokan dan harga bahan baku serta
bahan pendukung lainnya
b.
Persyaratan dari buyer semakin tinggi, antara
lain berkaitan dengan kualitas produk, kualitas lingkungan sosial, kualitas
lingkungan kerja, harga yang bersaing, aspek ramah lingkungan
c. Masih adanya regulasi pemerintah yang kurang kondusif
sehingga dapat menghambat laju ekspor UKM
d. Rendahnya akses UKM terhadap pasar, antara lain
meliputi permintaan produk, standar kualitas produk, ketepatan waktu
pengiriman, dan persaingan harga
e. Rendahnya akses UKM terhadap sumber pembiayaan, antara
lain meliputi informasi skim kredit dan tingginya tingkat bunga
f. Masih munculnya biaya-biaya siluman yang berkaitan
dengan ransportasi, kepabeanan, dan keamanan
g. Kesulitan memenuhi prosedur dan jangka waktu yang
relatif lama untuk mematenkan produk bagi UKM
Permasalahan yang dihadapi UKM
memang sangat kompleks, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan yang dapat
mengurangi hambatan yang ada. Keputusan politik pemerintah di semua lini dan
tingkatan yang berusaha memberdayakan UKM sudah tepat, mengingat potensi dan
peran UKM terhadap pembangunan nasional. Hal yang penting dan mendasar adalah
memberikan peluang yang lebih besar kepada para UKM dengan menekan atau
mereduksi hambatan-hambatan yang muncul.
Pendekatan
yang perlu dilakukan dalam mengurangi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor, dapat
ditempuh melalui upaya meningkatkan kemampuan finansial dan manajerial UKM,
membangun jaringan pemasaran produk ekspor UKM, dan meningkatkan promosi produk
ekspor UKM. Kebijakan/peraturan pemerintah yang kondusif dan keberpihakan yang
signifikan dunia usaha, merupakan kunci keberhasilan dalam mereduksi hambatan
UKM dalam kegiatan ekspor. Di samping itu, diperlukan pemetaan demand dan
supply pada negara-negara tujuan ekspor. Hal ini akan sangat membantu
UKM dalam menentukan jenis dan tujuan pasar produk ekspornya.
2.2 Sembilan Hambatan Bagi
UKM dalam Mengembangkan Produksi
Menurut menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan mengatakan, ada tiga strategi prioritas untuk mengatasi hambatan
yang dihadapi UKM dalam melakukan ekspor yaitu :
a.
perlunya
pengembangan infrastruktur pemasaran produk UKM.
b. perluasan
akses pembiayaan oleh perbankan maupun lembaga keuangan lain dan pengembangan pembiayaan untuk mendorong ekspor.
c. pengembangan
kewirausahaan khususnya bagi kalangan sarjana untuk menghasilkan UKM yang
memiliki daya saing ke depan.
Hal itulah yang disampaikan Syarief dalam
pertemuan tingkat Menteri APEC bidang UKM, di Montana, Amerika Serikat,
20-21 Mei 2011.
Syarief mengungkapkan semua negara memberikan
apresiasinya karena kebijakan kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan
berhasil dengan baik. Indonesia, lanjutnya, akan menggagas
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang diperuntukan untuk memperlancar kegiatan UKM
di dalam negeri.
Berikut kutipan selengkapnya;
Apa yang menjadi hambatan UKM dalam melaksanakan
ekspor?
Di dalam pertemuan tersebut, ada sembilan
hambatan bagi UKM dalam mengembangkan produksinya.
1.
masalah
akses pembiayaan
2. keterbatasan
kemampuan internasional, yang diharapkan adanya keterikatan perdagangan
dengan negara lain.
3. kesulitan memahami ketentuan, peraturan dan kebutuhan teknis yang
dipersyaratkan
4.
perlu
adanya keterbukaan dan transparansi lingkungan bisnis.
5. ketidakcukupan
kebijakan dan kerangka aturan yang mendukung perdagangan antar negara melalui e-commerce.
6. ketidakmampuan
melakukan perlindungan hak atas kekayaan intelektual; ketujuh,mahalnya biaya
transportasi. Kedelapan,
adanya penundaan kepabeanan termasuk kesulitan memahami persyaratan dan dokumen
kepabeanan yang komplek. Kesembilan, kesulitan dalam memanfaatkan
kemudahan tariff dan berbagai kesepakatan di bidang perdagangan.
Apa kesepakatan untuk mengatasi hambatan
tersebut?
Pada dasarnya semuanya
menginginkan agar diberikan kemudahan bagi SME (Small and Medium
Enterprises) dan informasi tentang ekspor ke negara-negara tertentu agar
lebih dibuka. Ini kesepakatan semua dan sepakat akses terhadap ekspor-impor
dibuka melalui teknologi. Untuk itu kita sepakat menggunakan sistem computer
yang terkait, seperti manajemen komputerisasi untuk akses semua hal khususnya
SME.
Bagaimana dengan micro soft loan?
Hal itu
kami sampaikan juga dalam pertemuan itu, bahwa konsep yang kita berikan
menyangkut tentang penjaminan, khususnya dalam KUR (Kredit Usaha Rakyat).
Beberapa negara pun memiliki konsep yang sama, seperti AS, Meksiko dan Kores
Selatan. Saya sampaikan juga, kita punya target tiap tahunnya adalah 20
trilyun dan KUR itu secara kenyataan sangat diminati oleh para pengusaha mikro
kecil dan menengah. Hasil tersebut menurut beberapa negara peserta cukup
signifikan jumlah yang kita targetkan dan ini bisa menjadi nilai tambah kita
untuk terus mengembakan SME di Indonesia.
Anda melakukan pembicaraan bilateral dengan
negara lain terkait SME?
Ya, ada beberapa negara yang kita jalin kerja
sama, salah satunya dengan Taiwan menyangkut tentang pembinaan pelatihan tenaga
kerja kepada TKI kita yang ada di sana. Kita akan mengembangkan kewirausahaan
bagi mereka agar bisa menjadi wisausahawan dan pihak Taiwan menawarkan
kerjasama untuk pengembangan UKM memiliki pertumbuhan tinggi (high growth
SMEs) di Indonesia.
Indonesia akan bekerja sama dengan AS?
Amerika memiliki rasio entrepreneur paling
tinggi di antara semua negara, sehingga mereka memiliki kemampuan dalam hal
pengembangan UKM di Indonesia. Lebih konkretnya, mereka akan memfasilitasi
pengembangan kewirausahaan tersebut melalui dua lembaga yang berpengalaman,
yaitu Koftman Foundation for
Entrepreneurship dan Boston College for Entrepreneurship.
Selain itu, Amerika juga bersedia mengembangkan kerjasama lebih formal
dengan cakupan yang lebih luas, meliputi bidang investasi, perdagangan, pengembangan
energi ramah lingkungan, kewirausahaan dan transfer teknologi bagi UKM.
Ada kemungkinan cara Indonesia dalam
pengembangan UKM akan didopsi oleh negara lain?
Indonesia hanya memberikan cerita sukses yang
pernah kita lakukan dan ternyata ada beberapa negara yang sudah melakukan hal
tersebut. Namun bisa saja cerita sukses ini akan banyak ditiru oleh negara-negara
lain. Karena mereka kebanyakan punya suku bunga yang rendah dan itu akan membantu
dalam mengembangkan SME.
Apa yang diajukan Indonesia dalam pertemuan itu?
Ada dua, yang pertama yaitu pengembangan incubator bagi UKM untuk
mempromosikan Green Industry yang akan dilaksanakan di Yogyakarta pada bulan
September 2011 dan yang kedua yaitu pengembangan akses teknologi bagi UKM yang akan dilaksanakan
pada bulan Oktober 2011.
Apakah ini terkait untuk membuat eco-product di
kalangan UKM Indonesia?
Hal ini yang kami sampaikan juga, bahwa
pemerintah sangat peduli dengan isu lingkungan untuk menjaga kelestariannya.
Indonesia akan mengembangkan produk UKM yang ramah lingkungan, tentunya
dengan transfer teknologi dari negara lain untuk mewujudkan hal tersebut.
Kami sudah katakan bahwa komitmen Indonesia dalam hal menurunkan emisi dunia
merupakan kepedulian secara nasional. Indonesia akan berkomitmen akan menurunkan
emisi dunia menjadi 26 persen dan apabila dilakukan bersama dengan negara lain
bisa diturunkan hingga 41 persen.
2.3
Faktor-Faktor Penghambat Ekspor Produk UKM
1. Akses
Terhadap Sumber Daya
Produktif
Akses
terhadap sumber daya
produktif merupakan aset yang harus dimiliki pelaku bisnis. Akses
terhadap sumberdaya produktif merupakan faktor yang menentukan dalam kelancaran
dan keberhasilan aktivitas bisnis. Dalam hal ini, UKM masih menghadapi hambatan
dalam mengakses sumberdaya produktif. Temuan lapang menunjukkan bahwa hambatan
UKM dalam mengakses sumberdaya produktif terdapat pada pembiayaan dan pemasaran
(64,29 persen), Jaringan bisnis (57,14 persen) dan teknologi (42,86 persen).
Kondisi tersebut di atas memerlukan
bantuan/fasilitasi sebagai upaya meningkatkan akses UKM terhadap sumberdaya
produktif. Bentuk fasilitasi yang dapat dilakukan adalah menyediakan pembiayaan
dengan perlakuan tertentu, baik untuk investasi maupun modal kerja, yang
memenuhi criteria persyaratan mudah, mekanisme cepat, dan biaya murah. Di
samping itu, diperlukan fasilitasi yang diarahkan
pada pengembangan jaringan bisnis UKM agar UKM dapat meningkatkan akses pasar
produknya.
Dalam era
perdagangan bebas menuntut setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup
terhadap pasar untuk meningkatkan daya saingnya. Akses terhadap pasar merupakan
kunci keberhasilan kegiatan ekspor. Justru hal inilah yang merupakan titik
lemah yang dimiliki UKM pada umumnya. Sebagian besar UKM masih mengalami
kesulitan dalam menembus pasar ekspor, sehingga memerlukan fasilitasi pihak
lain untuk meningkatkan akses pasar ekspornya, baik pemerintah maupun mitra
usahanya.
Hal ini
ditunjukkan dengan temuan lapang bahwa sebagian besar UKM sampel memperoleh
akses pasar ekspor melalui keikutsertaan pameran (85,71 persen) dan informasi
dari mitra usahanya (71,43 persen). Sedang sebagian kecil memperolehnya melalui
media masa (28,57 persen) dan internet (14,26 persen). Kondisi seperti uraian
di atas, mengindikasikan bahwa UKM masih memerlukan upaya untuk meningkatkan
akses pasar ekspornya. UKM dituntut untuk proaktif dalam mengakses pangsa pasar
ekspor produknya. Dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya, UKM memerlukan
fasilitasi dari pihak lain, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan
aksesibiltas terhadap pasar ekspor. Upaya ini dapat dilakukan melalui
penyediaan dan penyebarluasan informasi, yang sesuai dengan kebutuhan UKM dalam
kegiatan ekspor, terutama yang berkaitan dengan spesikasi produk dan negara
tujuan ekspor.
2.
Spesifikasi Produk
Pelaku bisnis dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan
selera konsumen atau permintaan pasar, yang memiliki kecenderungan cepat
berubah, sehingga peredaran suatu produk di pasar memiliki siklus yang relatif
pendek. Hal ini akan lebih memicu kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan
daya saing produk. Namun demikian, hal ini pun merupakan kelemahan yang
dimiliki UKM. UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan spesifikasi produk
yang sesuai dengan perkembangan selera konsumen.
Temuan lapang memperlihatkan bahwa sebagian besar UKM sampel mengalami hambatan
dalam desain (92,86 persen) dan kemasan (64,29 persen), sedangkan sebagian
kecil mengalami hambatan pada warna (28,57 persen) dan bentuk (14,29 persen).
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan UKM mengalami hambatan dalam menghasilkan
produk dan kreativitas untuk menghasilkan inovasi produk sesuai dengan selera
konsumen. Karena itu, UKM memerlukan pelatihan dan magang untuk meningkatkan
keterampilan dalam menghasilkan produk yang berdaya saing. UKM memerlukan
fasilitasi yang berkaitan dengan kebutuhan peralatan/teknologi dalam upaya
meningkatkan kualitas dan inovasi produk. Dengan demikian, UKM memiliki
kemampuan untuk menghasilkan diversifikasi produk, sehingga tidak bertumpu pada
produk-produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif, seperti pakaian
jadi dan beberapa produk tekstil lainnya, barang barang jadi dari kulit,
seperti alas kaki, dan dari kayu,
termasuk meubel/furnitur.
3. Kapasitas
Produksi
Kapasitas
produksi merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pelaku bisnis dalam
memasarkan produknya. Buyer pada pasar ekspor menuntut persyaratan yang
ketat dalam melakukan transaksi dengan eksportir. Pesanan yang diminta buyer
cenderung menitikberatkan pada kesinambungan dan konsistensi ketersediaan
produk.
Dalam
memasarkan produknya, UKM seringkali dihadapkan pada kemampuan menyediakan
produk sesuai dengan jumlah pesanan, sehingga terjadi kegagalan kontrak pesanan
produk. Hal ini berkaitan dengan kapasitas produksi yang dimilikinya masih
relatif rendah, padahal dari spesikasi produk sudah memenuhi keinginan buyer.
Temuan lapang memperlihatkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan
rendahnya kapasitas produksi UKM sampel. Faktorfakto tersebut antara lain
ketersediaan modal (92,86 persen), ketersedian mesin/peralatan dan penguasaan
teknologi (64,29 persen), ketersediaan bahan baku (42,86 persen) dan
ketersediaan tenaga kerja terampil (14,29 persen).
Temuan
lapang di atas mengindikasikan bahwa hambatan kapasitas produksi pada UKM masih
terkait dengan akses UKM terhadap sumberdaya produktif, terutama sumber
permodalan dan ketersediaan mesin/peralatan serta penguasaan teknologi. Hal
tersebut makin menguatkan fenomena yang terjadi selama ini bahwa UKM dihadapkan
pada faktor kritis yang bersifat klasik, yang belum bergeser dari waktu ke
waktu, yakni permodalan dan teknis produksi. Karena itu, seyogianya fasilitasi
untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing UKM, diarahkan pada peningkatan
kemampuan UKM dalam mengatasi hambatan faktor-faktor tersebut.
4. Kelengkapan
Dokumen Ekspor
Kelengkapan dokumen merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan kegiatan ekspor. Dalam hal ini UKM sampel memiliki kesulitan untuk
memenuhinya, sehingga menghambat kegiatan ekspornya. Hambatan tersebut terutama
berkaitan dengan sertifikasi produk (71,43 persen), letter of credit (57,14
persen), NPWP (43,29 persen), dan lainnya (28,57 persen).
Hambatan ini terjadi karena selama ini UKM tidak sungguh-sungguh untuk
mengurus dokumen tersebut. Beberapa alasan yang dapat diidentiikasi sebagai
penyebabnya adalah UKM merasakan kesulitan dalam memenuhi persyaratan dan
prosedur yang memakan waktu relatif lama, dengan biaya yang cukup memberatkan.
Karena itu, perlu upaya untuk mengurangi hambatan yang berkaitan dengan hal
ini, yaitu dengan menerapkan persyaratan yang mudah, prosedur yang sederhana,
dan biaya yang tidak memberatkan UKM.
5. Biaya
Kegiatan Ekspor
Biaya yang tidak sedikit harus dikeluarkan dalam kegiatan ekspor, merupakan
hambatan yang dialami UKM. Hal ini menjadi faktor yang menurunkan daya saing
ekspor produk UKM karena harga jual produk menjadi relatif tinggi dibandingkan
eksportir produk sejenis dari negara lain. Temuan lapang menunjukkan bahwa
pengeluaran biaya dalam kegiatan ekspor, yang menjadi hambatan paling besar
bagi UKM adalah justru komponen biaya lainnya (85,79 persen), yaitu berupa
pungutan tidak resmi atau biaya siluman. Kemudian, biaya yang berkaitan
dengan perizinan dan transportasi (71,43 persen) serta risiko atau jaminan
produk sesuai pesanan (50,00 persen). Karena itu, seyogianya menjadi perhatian
pihak terkait dalam membuat peraturan, yang memiliki konsekuensi biaya yang
harus dibayar pelaku bisnis dalam kegiatan ekspor. Apabila hal ini dibiarkan
terus terjadi, maka kegiatan ekspor, khususnya yang dilaksanakan oleh UKM, akan
menjadi makin sulit karena makin rendahnya daya saing.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
a. Kontribusi UKM dalam kegiatan ekspor masih relatif
rendah dibandingkan dengan usaha besar dengan rasio 1:4, di mana sebagian besar
bertumpu pada produk kerajinan dan barang seni, garmen, serta makanan dan
minuman;
b. Faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi UKM dalam
kegiatan ekspor, secara berturut-turut dari derajat yang berat sampai ringan
dalam beberapa aspek berikut :
·
Aksesibiltas terhadap sumberdaya produktif adalah
pembiayaan dan pemasaran, jaringan bisnis, dan teknologi
· Spesifikasi produk adalah desain, kemasan, warna, dan
bentuk
· Kapasitas produksi adalah ketersediaan modal,
ketersedian mesin/peralatan dan penguasaan teknologi, ketersediaan bahan baku,
dan ketersediaan tenaga kerja terampil;
·
Kelengkapan dokumen adalah sertifikasi produk, letter
of credit, dan NPWP
· Biaya kegiatan ekspor adalah komponen biaya siluman,
perizinan dan transportasi, serta risiko/jaminan produk sesuai pesanan.
DAFTAR PUSTAKA
- Erwin Elias. 2004. Hambatan dan Masalah Jaringan Produk Potensial Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.
- Hardono. 2004. Faktor-Faktor yang Menghambat Bisnis Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.
- Neddy Rafinaldy. 2004. Upaya dan Strategi Pengembangan UKM dalam Rangka Peningkatan Ekspor. Makalah.
- http://kumpulanilmuekonomi.blogspot.com/2010/06/v-behaviorurldefaultvml-o.html
- http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=28252
Nama saya adalah Cynthia Johnson. kita hipotek, pinjaman rumah, kredit mobil, pinjaman Hotel, tawaran komersial Umum Mr John Carlson, orang harus memperbarui semua situasi keuangan di dunia / perusahaan untuk membantu mereka yang terdaftar pemberi pinjaman uang pinjaman pribadi, kredit konstruksi, rendah suku bunga 2% dll kredit modal, pinjaman usaha dan pinjaman kredit buruk bekerja, Memulai. Kami membiayai proyek di tangan dan perusahaan Anda / mitra dan saya juga ingin menawarkan pinjaman pribadi untuk klien mereka. hubungi kami melalui e-mail untuk informasi lebih lanjut: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com
BalasHapusKabar Baik, Setiap Satu. Nama saya Aris Setymin Dari Indonesia tapi aku tinggal di Prahova Rumania, aku cepat-cepat ingin menggunakan media ini untuk berbagi kesaksian tentang bagaimana Tuhan mengarahkan saya untuk pemberi pinjaman kredit Legit dan nyata yang telah mengubah hidup saya dari rumput untuk rahmat, saya pernah menjadi miskin wanita tapi dia telah berubah saya untuk orang kaya sekarang, karena saya sekarang dapat membanggakan dari hidup sehat dan kaya tanpa stres atau kesulitan keuangan.
BalasHapusSetelah berbulan-bulan mencoba untuk mendapatkan pinjaman di internet, saya ditipu oleh perusahaan pinjaman lain untuk membayar jumlah total Rp98,700,500, saya menjadi begitu putus asa dalam mendapatkan pinjaman dari pemberi pinjaman online yang sah yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya, jadi aku memutuskan untuk menghubungi seorang wanita yang baru saja pinjaman diterima secara online, kita membahas tentang masalah ini dan kesimpulan kami dia bercerita tentang seorang wanita bernama CYNTHIA JOHNSON yang merupakan CEO dari Cynthia Johnson Pinjaman Perusahaan.
Aku diterapkan untuk jumlah pinjaman ($520,000.00USD) dengan tingkat bunga rendah dari 2%, sehingga pinjaman disetujui dengan mudah tanpa stres dan semua persiapan dilakukan pada transfer kredit, karena fakta bahwa tidak memerlukan agunan untuk transfer pinjaman, saya hanya diberitahu untuk mendapatkan sertifikat lisensi kesepakatan dari mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari dua jam dan 20 menit pinjaman disetorkan ke rekening bank saya.
Jadi saya ingin saran siapa saja yang membutuhkan pinjaman untuk cepat menghubungi dia melalui: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dia tidak tahu bahwa saya melakukan ini dan saya berdoa agar Tuhan memberkati dia dan keluarganya untuk hal-hal baik yang telah dilakukan di hidupku. Anda juga dapat menghubungi saya di arissetymin@gmail.com untuk info lebih lanjut. dan di sini adalah email dari teman saya: ladymia383@gmail.com yang memperkenalkan saya kepada Ibu Cynthia Anda juga dapat menghubungi dia.