JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Komisi Energi (VII) DPR yang menolak kenaikan tarif listrik sebesar 10 persen tahun ini, membuyarkan skenario pemerintah dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2012.
Alhasil, kini pemerintah harus kerja lebih keras mendapatkan dana tambahan untuk menutup subsidi setrum tahun ini. Semula, dalam RAPBN-P 2012, pemerintah menganggarkan subsidi listrik sebesar Rp 93,05 triliun plus kenaikan tarif listrik. Atau, naik 48,09 triliun ketimbang APBN 2012 Rp 44,96 triliun. Semestinya, tanpa kenaikan tarif listrik, subsidi setrum tahun ini bisa melambung lebih tinggi lagi, di atas Rp 98 triliun.
Tapi, meski melarang kenaikan tarif listrik tahun ini, Komisi VII DPR hanya menyetujui tambahan subsidi listrik sebesar Rp 24,52 triliun saja. Jadi, hanya separuh lebih sedikit dari yang pemerintah minta di RAPBN-P.
Untuk itu, antara lain pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus menunda jadwal pengoperasian PLTU batubara, serta pemotongan biaya operasi dan pemeliharaan, sehingga bisa menggunting anggaran subsidi hingga Rp 17,61 triliun. Lalu, menurunkan biaya bunga pinjaman yang dapat mengurangi subsidi listrik sebanyak Rp 2,48 triliun.
Tentu, semua ini bukan pekerjaan gampang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan, pemerintah akan merespon keputusan wakil rakyat itu dan mencari alternatif pendanaan yang ada. "Kalau tidak ada solusinya, kami akan mengembalikannya ke DPR," kata Agus, akhir pekan lalu.
Agus mengaku pemerintah tak punya banyak pilihan. Alternatif yang ada hanya dengan memotong belanja pemerintah dengan lebih banyak, lalu menambah defisit anggaran, atau optimalisasi penerimaan negara.
Senada, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo, melihat kebijakan yang paling memungkinkan dalam situasi sekarang ini adalah kembali melakukan penghematan anggaran. "Mudah-mudahan dalam pembahasan nanti ruang penghematan masih bisa dilihat lagi," ujar dia.
Tambah utang
Lukita menambahkan, kalaupun pemerintah memilih untuk menambah defisit fiskal, pemerintah tidak akan mencari pembiayaan dari penarikan utang luar negeri. "Kemungkinan besar paling, ya, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ditambah," ujarnya. Namun dia enggan mengatakan lebih jauh, pos belanja apa yang akan berubah karena batalnya kenaikan tarif listrik itu.
Sebelumnya, untuk mengantisipasi dampak pembatalan kenaikan tarif listrik, pemerintah mengalokasikan dana dalam pos risiko fiskal. Di APBN 2012, pos risiko fiskal untuk subsidi listrik sebesar Rp 9,79 triliun. Artinya, kalau tarif listrik tidak naik, pemerintah boleh memakai dana cadangan ini.
Tapi celakanya, bujet risiko fiskal itu sudah tidak ada lagi di RAPBN-P 2012. Makanya, Agus pesimistis DPR akan memberikan persetujuan kalau pemerintah mengajukan bujet risiko fiskal baru hanya untuk subsidi listrik.
Makanya, Agus akan mempelajari tiga alternatif solusi yaitu memperbesar pemotongan anggaran belanja instansi pemerintah, menambah defisit anggaran, dan mencari sumber penerimaan negara lain untuk bisa menambal beban subsidi listrik ini.
Sekadar catatan, di RAPBN-P 2012, pemerintah telah melakukan pemotongan anggaran instansi pemerintah sebesar Rp 18,9 triliun. Angka ini lebih rendah dari target awal yakni Rp 22 triliun.
Menurut Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Herry Purnomo, hasil pemangkasan anggaran ini lebih rendah lantaran beberapa instansi pemerintah enggan memangkas anggarannya. "Mereka ada yang anggarannya tidak bisa bergerak lagi karena sudah terikat dengan kontrak-kontrak," katanya beberapa waktu lalu.
Herry menjelaskan, beberapa pos belanja yang memungkinkan untuk dikurangi antara lain belanja barang dan operasional. Tapi, "Dengan tetap menjaga pelayanan minimum dari kementerian dan lmbaga itu sendiri," imbuhnya.
Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Markus berpendapat, masih ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menambal kenaikan subsidi listrik.
Pertama, pemerintah harus lebih agresif memangkas anggaran instansi. "Pemangkasan anggaran ini bisa dilakukan dengan kriteria tertentu, misalnya, instansi yang daya serap anggarannya buruk dipotong lebih besar hingga sekian persen," jelas Melchias.
Kedua, pemerintah boleh menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup subsidi listrik. Ketiga, menggunakan dana cost recovery yang selama ini sudah dianggarkan tapi tidak terpakai secara maksimal.
Keempat, pemerintah juga bisa menggunakan anggaran sisa yang tidak terserap oleh kementerian dan lembaga. "Kalau semua alternatif itu belum cukup untuk menutup subsidi, pemerintah bisa menerbitkan SBN untuk menambah pembiayaan melalui utang," tutur Melchias. (Herlina KD, Narita Indrastiti/Kontan)
kereeeen.....
BalasHapusmasa begitu doangg coment ny , aku ny kan minta coment tentang yang da diatas itu bkan comentnan biasa hahahihihi tapi gapapa sih ,makasih ny :)
Hapus